Mandi Besar / Mandi Junub


Pengertian atau definisi daripada Mandi wajib Islam adalah mandi dengan menggunakan air suci dan bersih (air mutlak) yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Adapun tujuan daripada mandi wajib adalah untuk menghilangkan hadats besar yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah shalat.

Hukum Mandi.
Bagi orang yang akan melakukan shalat, tidak sah sholatnya jika masih mempunyai hadast besar.
Hadast besar adalah hadast yang disebabkan oleh Bersetubuh, Keluarmani, haid, nifas, dan melahirkan. Hadast besar dapat dihilangkan dengan mandi junub / janabat / mandi wajib / mandi hadast besar. Hukum mandi besar adalah wajib.

Hal-hal yang mewajibkan mandi Junub adalah:
1. Bertemunya dua jenis kemaluan (jima’)
Sesungguhnya agama Islam sangat memperhatikan kebersihan dan kesucian dengan perhatian yang sempurna. Diluar islam, tidak ada yang mengatur perihal mandi bagi para pengikutnya. Perhatian Islam atas kesucian merupakan bukti otentik tentang konsistensi Islam atas kebersihan. Dan bahwa Islam adalah peri hidup yang paling unggul dalam urusan keindahan dan kebersihan. Dalam syariat Islam, kita mengenal beberapa jenis perintah yang terkait dengan menjaga diri dari kotoran, najis dan hal hal yang tidak suci. Meski wudhu, mandi dan membersihkan najis termasuk perkara ritual, namun tidak dapat dipungkiri bahwa semua itu berhubungan dengan kebersihan.
Jika seorang suami menyetubuhi istrinya, maka ia wajib mandi. Seseorang dikatakan berjima’, jika ia memasukkan pucuk dzakarnya ke dalam farji istrinya. Manakala pucuk dzakarnya telah masuk farji istrinya ia diwajibkan mandi, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ وَتَوَارَتْ الْحَشَفَةُ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ
Dari Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Jika dua khitan bertemu dan kepala dzakar (penis) laki-laki tersembunyi dalam kemaluan wanita, maka wajib mandi”. (HR. Ibnu Majah)
إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا اْلأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا، فَقَدَ وَجَبَ الْغُسْلُ وَإِنْ لَمْ يَنْزِلْ.
“Jika seorang laki-laki (suami) duduk di antara empat cabang (kedua kaki dan kedua tangan) istrinya, kemudian menyetubuhinya maka sungguh ia telah diwajibkan mandi, sekalipun tidak mengeluarkan mani”. (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Keluarnya mani
Keluar mani disertai syahwat, baik dalam keadaan sadar atau dalam mimpi. Akan tetapi mimpi keluar mani dalam tidur, sudah pasti menyebabkan seseorang wajib mandi, sekalipun tidak disertai syahwat. Karena orang yang tidur kadang bermimpi tetapi bisa saja tidak merasa. Sudah pasti bagi yang keluar mani disertai syahwat, dalam keadaan bagaimanapun juga ia wajib mandi. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.
إِنَّمَا الْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ.
“Air itu dikarenakan air.” (HR. Muslim)
Maksudnya, mandi itu diwajibkan karena keluarnya air mani.
Beberapa karakteristik yang dijadikan patokan dalam mengenal mani adalah:
a) Memancar akibat dorongan syahwat disertai rasa lemah setelahnya.
b)  Baunya seperti bau mayang kurma sebagaimana yang telah dijelaskan.
c)  Keluarnya dengan memancar sedikit demi sedikit.
Salah satu dari ketiga karakteristik tersebut cukup untuk menentukan apakah yang keluar itu mani ataukah bukan. Jika tidak ditemukan salah satu dari ketiga karakter di atas maka tidak boleh dihukumi sebagai mani karena dengan begitu hampir bisa dipastikan bahwa ia bukan mani. Ini berkaitan dengan mani pria. Adapun mani wanita warnanya kuning dan encer. Kadangkala warnanya putih bila kekuatannya melebihi kadar rata-rata.
Ada dua karakteristik yang jadi patokan dalam menentukan mani wanita.
a)   Baunya seperti bau mani pria.
b)   Nikmat saat mengeluarkannya dan merasakan lemah setelah itu.

3.  Meninggal (bukan mati syahid)
Menurut sebagian ulama diantara hal yang mewajibkan mandi adalah mati, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam kepada wanita-wanita yang sedang memandikan jenazah putri beliau:
اِغْسِلْنَهَا ثَلاَثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ سَبْعًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ ذَلِكَ.
“Mandikanlah ia tiga kali, lima kali, tujuh kali ataupun lebih dari itu, jika memang baik menurut pendapat-pendapatmu”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam berkenaan dengan seorang laki-laki yang terlontar dari untanya sehingga menyebabkan dia meninggal dunia:
إِغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفًّنُوْهُ فِيْ ثَوْبَيْنِ.
“Mandikanlah ia dengan air yang dicampur daun bidara, dan kafanilah dengan dua lembar kain”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari nash-nash hadits di atas para ulama berkata: Jenazah itu wajib dimandikan, namun kewajiban ini berlaku bagi orang yang masih hidup, dan merekalah yang menjadi sasaran perintah dalam memandikan jenazah, karena orang mati sudah terputus beban taklifnya.

4.  Haidh                                                                                                                                                         
Seorang wanita jika telah suci dari haidhnya, ia diwajibkan mandi, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ (البقرة: 222)
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu”. (Al-Baqarah: 222)

5.  Nifas (darah yang menyertai kelahiran)
Darah ini tentu saja paling mudah untuk dikenali, karena penyebabnya sudah pasti, yaitu karena adanya proses persalinan. Cara mandi wanita haidh dan wanita nifas sama dengan cara mandi wanita jinabah. Hanya saja menurut sebagian ulama, bagi wanita haidh disunnahkan (mustahab) untuk mandi dengan air yang dicampur daun bidara karena dapat lebih membersihkan kotoran (bau darah).
Tidak ada batas minimal masa nifas, jika kurang dari 40 hari darah tersebut berhenti maka seorang wanita wajib mandi dan bersuci, kemudian shalat dan dihalalkan atasnya apa-apa yang dihalalkan bagi wanita yang suci. Adapun batasan maksimalnya, para ulama berbeda pendapat tentangnya.

6.  Melahirkan
Mandi Wiladah yaitu Mandi disebabkan illat bersalin.
Permasalahan mandi wiladah dan nifas ini adalah khilaf pada tafsiran illat (sebab) mandi bagi wanita: sama saja karena bersalin atau karena darah Nifas.

Tiga Fardhu Mandi
“فصل” وفرائض الغسل ثلاثة أشياء:  النية، وإزالة النجاسة إن كانت على بدنه، وإيصال الماء إلى جميع الشعر والبشرة
(Pasal) Fardhu-fardhu mandi itu ada 3 hal, yaitu: 1. Niat, 2. Menghilangkan najis jika najis itu terdapat pada tubuhnya, 3. Meratakan air ke seluruh rambut dan kulit.

a. Niat

NAWAITUL GHUSLA LIRAF'IL HADATSIL AKBARI FARDHAN LILLAAHI TA'AALAA.
"Aku berniat mandi besar untuk menghilangkan hadats besar fardhu karena Allah Taala."

b. Menghilangkan najis jika najis itu terdapat pada tubuhnya

Caranya bisa dengan mencucinya atau dengan mandi biasa dengan sabun atau pembersih lainnya. Adapun bila najisnya tergolong najis berat, maka wajib mensucikannya dulu dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.
Perbedaan Hadats dan Najis
Hadats adalah sebuah hukum yang ditujukan pada tubuh seseorang dimana karena hukum tersebut dia tidak boleh mengerjakan shalat.  Najis maka dia adalah semua perkara yang kotor dari kacamata syariat, karenanya tidak semua hal yang kotor di mata manusia langsung dikatakan najis, karena najis hanyalah yang dianggap kotor oleh syariat.
Najis terbagi menjadi tiga:
1)Najis maknawiah, misalnya kekafiran. Karenanya Allah berfirman, “Orang-orang musyrik itu adalah najis,” yakni bukan tubuhnya yang najis akan tetapi kekafirannya.
2)Najis ainiah, yaitu semua benda yang asalnya adalah najis. Misalnya: Kotoran dan kencing manusia dan seterusnya.
3)Najis hukmiah, yaitu benda yang asalnya suci tapi menjadi najis karena dia terkena najis. Misalnya: Sandal yang terkena kotoran manusia, baju yang terkena haid atau kencing bayi, dan seterusnya.
Dari perbedaan di atas kita bisa melihat bahwa hadats adalah sebuah hukum atau keadaan, sementara najis adalah benda atau zat.

c.       Meratakan air ke seluruh rambut dan kulit
Hakikat mandi adalah mengguyur seluruh badan dengan air, yaitu mengenai rambut dan kulit.
Dengan seseorang memenuhi rukun mandi ini, maka mandinya dianggap sah, asalkan disertai niat untuk mandi wajib (al ghuslu). Jadi seseorang yang mandi di pancuran atau shower dan air mengenai seluruh tubuhnya, maka mandinya sudah dianggap sah.


Hal-hal yang disunahkan dalam pelaksanaan mandi besar
1. Membaca Basmalah ("Bismillahir rahmaanir rahiim pada saat akan mulai mandi.
2. Berwudhu (sebelum mandi) seperti wudhu hendak sholat.
3. Membasuh (menggosok) badan dengan tangan sampai 3 kali.
4. Mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri.
5. Muwalat, yaitu sambung menyambung dalam membasuh anggota badan.

Larangan bagi orang yang mempunyai Hadast Besar:
1. Larangan bagi orang yang sedang Junub:
- Mendirikan Sholat, baik shalat wajib / sunat.
- Mengerjakan Thawaf (Thawaf rukun haji / sunat).
- Menyentuh / membawa Al-quran.
- Berhenti lama (berdiam di masjid) / Itikaf.
2. Larangan bagi orang yang sedang Haid / Nifas:
-Semua larangan point2 diatas.
- Di cerai (ditalak)
- Berpuasa (wajib / sunat)
- Bersetubuh
- Bersenang - senang antara pusar perut dan lutut.
- Menyeberangi mesjid jika khawatir mengotorinya dengan darah.

0 Coment